Saturday 8 March 2014

Kopi Bagiku

Bagiku secangkir kopi, adalah secangkir kehidupan. Menyesap aroma yang menguar dari cangkir, maka menyesap aroma kerja keras, cinta, dan pengabdian. Perjalanan dari sebutir biji, yang tumbuh di atas lahan, menghasilkan tandan tangkai berbonggol-bonggol, dipetik dengan kesabaran, satu demi satu, dijemur, dipilih, disangrai, dan diseduh pada akhirnya.

Aku dilahirkan dan besar di pesisir Aceh. Provinsi paling barat dan salah satu daerah terkaya di negeri yang menjadi sabuk khatulistiwa, Indonesia. Tanah kelahiranku adalah tanah yang bukan hanya kaya alamnya, namun juga kaya sejarahnya.

Pada masanya dulu, kesultanan Aceh adalah negara berdaulat yang disegani bahkan oleh Britania Raya yang armada lautnya diakui sebagai satu yang terkuat. Aceh adalah negara di benua asia yang memiliki akademi angkatan laut dan angkatan darat yang tangguh. Aceh adalah negara yang dihormati dan dikenal hingga ke pelosok padang pasir afrika.

Surat dengan tinta emas murni dari Sulthan Aceh, masih diabadikan dengan hormat dalam musium Inggris. Dan kabarnya, masih bertumpuk-tumpuk kekayaan harta dan sejarah Aceh di musium Belanda, hasil dari penjajahan negeri oranje itu di ujung kekuasaannya di nusantara, meskipun pada kenyataannya, Aceh tidak sepenuh pernah takluk pada Belanda.

Konon katanya, Malahayati, Laksamana Laut wanita pertama, yang dikenal namanya oleh dunia, punya kapal induk super carier. Ada yang mengatakan itu super carier pertama. Konon pula kapal itu di gelari El-Diablo oleh bangsa lain. Kapal komando tempur yang membawa kapal  tempur kecil didalamnya, diluncurkan ketika kapal induk tak bisa maju metika memasuki perairan dangkal, atau menjelajah muara sungai. Dipersenjatai dengan meriam yang bukan hanya lebih besar dan lebih jauh jangkauan dari armada laut lainnya, namun juga menggunakan teknologi landasan berputar sehingga lebih efektif dalam pertempuran. Kabar juga mengatakan itu adalah teknologi yang digunakan di benteng gerbang laut menuju ibu kota kesultanan, kota benteng bernama Kuta Bathe yang dibangun khusus untuk mengawal ibu kota. Teknologi yang katanya melibatkan inovasi dari para teknisi dari kekaisaran jepang, dataran china dan instruktur persenjataan dari Turki Otoman. Bukan negara tanpa nama yang meratap-ratap di bawah negara lain.

Lalu Soekarno, proklamator negara Indonesia datang, dengan tangisannya ia berjanji dan meminta bantuan rakyat Aceh. Bergabunglah Aceh dalam barisan Indonesia, pesawat kenegaraan pertama republik yang baru terbentuk itu sebagai kado, dari emas yang disumbangkan seketika. Tapi hanya sesaat kawan, hanya sesaat saja dari enam puluh sembilan tahun Indonesia ada, tanah kami bisa merasakan kekayaannya dalam damai.

Sejak sang pemimpin provinsi Aceh, Daud Beureueh, pahlawan perang yang merasa dikhianati janji Soekarno pada daerahnya, bukan karena kekuasaan, melancarkan pemberontakan. Penetapan status daerah operasi militer yang menghadiahkan pembunuhan, kematian, penghilangan nyawa secara terencana, yang melibatkan banyak nama besar dalam peta perpolitikan Indonesia Raya, nama-nama yang kini dengan manis bicara perdamaian dan kemajuan bangsa. Perang yang tak diakui dengan Gerakan Aceh Merdeka. Hingga kini[1] jelang pemilu, perang yang sempat terhenti  mulai lagi muncul secara perlahan. Tapi kini sebab perebutan kekuasaan politik di daerah. Pembunuhan, penyerangan, pembakaran dan penembakan, melibatkan nama partai lokal maupun nasional.

Namun seolah tak perduli dengan semua itu, menyembunyikan trauma yang masih membekas. Kedai kopi tetap penuh, dan di Aceh ada ribuan kedai kopi. Tak jarang panjang berbaris disatu tempat, atau bahkan jauh lam klek klok[2] di tepi hutan kaki gunung, tetap saja penuh. Padahal suara knalpot meleduk saja sudah membuat semua orang tersentak melompat, nyaris tiarap secara otomatis akibat kebiasaan bertahun-tahun dalam kontak senjata.

Kopi adalah bagian dari darah orang Aceh.

Kopi adalah secangkir kehidupan.




[1] Maret 2014 saat tulisan ini ditulis.
[2] Jauh dipedalaman, istilah bahasa Aceh.

No comments:

Post a Comment